Oleh : Abi fghi
Sejenak kita bincangkan salah satu sarana tarbiyah yang sudah menjadi bagian dalam dakwah yang kita cintai. Liqa’at, pertemuan. Dilakukan sepekan sekali. Bagian wajibatul al akh muslim. Disebut dengan “al akh muslim”, karena dikhususkan bagi orang yang tergabung dalam dakwah tarbiyah. Ia tidak diperuntukan untuk orang-orang umum, tidak juga untuk jama’ah majelis ta’lim. Apalagi utuk jama’ah tabligh akbar. Ya, diberikan sepesial. Inilah yang membedakannya.
Pertemuan intens, yang dibimbing oleh seorang murabbi atau naqib. Murabbi adalah pengarah, pengaruh atas keberhasilan proses tarbiyah. Dengan prasyarat yang dimiliki seorang murabbi, ia menjaga keikhlasan diri atas goda materi. Kala sepulang memberi pengajian kemudian mendapatkan “sesuatu” yang sifatnya materi, maka ia bukanlah murabbi. Ia bisa berupa ustadz, guru ngaji, dan sebutan lain. Murabbi menjaga diri dari unsur materi. Inilah bentuk penjagaan niat dan ikhlasnya.
Pertemuan yang dilakukan setiap pekan, bagi al akh muslim memiliki nilai lebih. Disebut memiliki nilai lebih, karena ia sebagai sarana tarbiyah ruhiyah, tadzkiyatun nafs, tarbiyah fikriyah, tarbiyah faniyah, tarbiyah amal dan muhasabah. Maka, agar pertemuan pekanan menjadi “ pertemuan yang dirindukan “, beberapa hal berikut perlu menjadi perhatian.
Pertama, memiliki rasa tanggung jawab terhadap kesukseskan pertemuan itu sendiri. Kita bersepakat akan hari dan waktu serta lamanya pertemuan. Seyogyanya kita jaga kesepakatan itu. Bersemangat menghadirinya. Menyiapkan segala hal yang terkait pertemuan. Menumbuhkan rasa rindu pada saudara dan murabbi.
Tanggung jawab merupakan bagian dari integritas, ia bagian kebutuhan dasar manusia. Pada bagian lain, tanggung jawab adalah keistimewaan, bagian dari pada kelaziman seorang beriman. Pada ujungnya, tanggung jawab bagian dari asas keberhasilan. Inilah pentingnya menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Kedua, mempersiapkan diri baik secara ruhi, fikri, jasadi dan mali. Sebelum berangkat ke pertemuan ada baiknya kita in’ash, refresh, segarkan akan niat. Disamping anjuran untuk selalu memperbaharui niat. Agar terhindar dari bisik goda syaithan dalam perjalanan. agar pertemuan menjadi amal, menjadi pahala. Agar terjaga keikhlasan.
Fikri juga perlu dipersiapkan. Agar ketika mendaras talaqi madah mudah memahami. Karena bangunan rukun baiat amal kita adalah al fahm. Kemudian menjadi ilmu, bahkan hikmah. Tak kalah pentingnya mempersiapkan jasad. Sisipkan jeda istirahat sejenak sebelum pertemuan. Pola konsumi yang mengandung unsur empat sehat lima sempurna. Lengkapi pertemuan dengan persiapan mal, harta. Berangkat ke pekanan perlu bbm, menjamu saudara, berinfak majelis, infak bulanan.
Ketiga, memberikan waktu untuk pertemuan. Agendakan dalam kegiatan, prioritaskan, siapkan waktu. Jadikan pertemuan bagian menejemen waktu. Dalam buku mudzakkiratud da’wah wad da’iyah diceritakan ada seorang yang sibuk dengan amal dan kegiatan tetapi ia bisa menyiapkan waktunya dengan baik. Di malam Jum’at ia pergi ke suatu daerah untuk mengisi dauroh, paginya mengisi ceramah shubuh di tempat berbeda. Menjadi khotib di tempat lain. Serta kegiatan lain sampai malam sabtu. Dan, paginya di hari sabtu ia menjadi orang yang pertama darang di tempat kerjanya. Menejemen waktu kuncinya.
Keempat, mencintai suadaranya. Rukun keluarga dakwah adalah ta’aruf, tafahum dan takaful. Inilah bingkai aturan yang kalau dilaksanakan akan memunculkan cinta diantara kita. Cinta karena Allah. Jika setiap mengakhiri pertemuan ada lantunan munajat do’a robithoh, maka dianjurkan untuk membayangkan wajah-wajah saudaranya. Untuk apa ?, untuk menumbuhkan kecintaan. Cinta itu apa adanya, bukan ada apanya. Cinta itu membangun, bukan menjatuhkan. Jika rasa cinta sudah tumbuh, kita akan mengharap perjumpaan dengan saudara-saudara kita setiap pekan dengan penuh kerinduan.
Saudaraku fillah, lillah, billah…..
Pertemuan takkan berpengaruh apapun bila kehadiran hanyalah sebatas penggugur kesepakatan. Tak memberi arti, tak membekas, tak membawa pengaruh, tak menggerakkan, tak menggairahkan.
Maka, mari kita merenungi diri……. Di sejauh perjalanan tarbiyah yang telah kita lewati, di setiap murabbi yang telah membersamai, di setiap saudara yang telah kita pahami, disetiap madah tarbiyah yang telah kita talaqi, di setiap taujih yang telah kita renungi, di setiap ukhuwah yang telah kita rengkuhi, di setiap qodoya yang mampu kita atasi, di setiap perintah yang telah kita taati, di setiap putusan yang telah kita tsiqohi, di setiap do’a yang telah kita amini, di setiap rumah yang telah kita singgahi, disetiap tempat yang telah kita tapaki. Semoga tetap ada kerinduan di hati-hati ini. Rindu pada pertemuan. Pertemuannya orang-orang beriman. Dan… semoga pertemuan ini menjadi saksi dihadpan Ilahi, Agar kita di sua di akhirat nanti.
===========
Inspirasi tulisan : Manhaj Tarbiyah 1433 H
Rihlah Dakwah Offshore Laut Sumatera Selatan, Jum’at 24 November 2017
Komentar
Posting Komentar