Lama Tak Membina.....


@abifghi

Lama menunggu... bosan. Itu mah sudah biasa. Lama sendirian... sedih, itu mah sudah lewat masanya (bagi yang sudah menikah). Lama menunggu janji... baper.   Aing, melow bangets.

Tapi bagaimana rasanya kalau kita sudah lama tarbiyah, kemudian belum empunya binaan. Kalau sudah pernah membina, kemudian binaan dipindah jadi tidak membina, lama lagi. Nganggur membina. Apa kira-kira perasaannya? Bosankah. Kecewakah. Baperkah. Atau....
Ah... kita tak tahu perasaan  masing-masing. Tapi jika ada rasa yang kurang, ada rasa yang hilang, ada rasa yang berubah, inilah dzauq tarbawi. Perasaan terhadap tarbiyah ini. Bentuk tanggap dan tanggung jawab. Bahwa kita adalah bagian perubah.

Lama tidak punya binaan itu tak mengenakkan. Ada kenikmatan yang hilang dalam perjalanan tarbiyah. Karena membina itu sendiri adalah sebuah kenikmatan. Nikmat meluangkan waktu, nikmat berbagi, nikmat menghargai, nikmat bersilaturahim, serta nikmat-nikmat yang lain.

Menjadi murabbi adalah ujian keikhlasan sesungguhnya. Tidak mendapat materi, seperti halnya ketika menjadi seorang penceramah atau ustadz. Tak berharap mendapat uang transport atau kafalah.

Tak dipanggil dari satu acara ke acara lainnya. Bahkan tak mendapatkan ketenaran. Menjadi murabbi adalah bekerja atau beramal dalam sunyi. Menjadi murabbi adalah memperbaiki diri, sarana pembelajaran dan pengasuhan serta menejerial.

Walau lama tak membina, tetapi harapan agar menjadi seorang murabbi senantiasa dipupuk dan diharap. Teringat kembali pesan seorang dai, sesungguhnya seorang al akh yang benar tidak lain adalah seorang murabbi. Maka ketika tawaran untuk membina datang, tidak disiakan kesempatan yang diberikan.

Al akh shodiq ialah para pemikul beban. Para rahilah. Karena sesungguhnya ketika pilihan dengan kesadaran penuh, bergabung dengan jamaah dakwah tarbiyah adalah kesiapan menanggung beban. Kesiapan memberikan waktu yang kita punya untuk orang lain. Binaan.

Membina itu ibarat sebuah aliran air. Yang akan senantiasa mengalir menuju tempat penampungan air. Setiap pekan mendapatkan aliran kebaikan, tentu akan dialirkan kembali. Tidak berhenti sampai diri sendiri. Agar diambil manfaatnya atas yang kita punya oleh orang lain. Walau segayung, segelas atau bahkan setetes.

Membina itu ibarat induk gardu listrik. Listrik-listrik ditempat lain akan senantiasa menyala, jika sumber tenaganya tetap menyala. Begitupun sebaliknya. Listrik akan mati, jika sumbernya mati pula. Itulah murabbi, yang selalu menjadi sumber energi.

Apa jadinya jika induk gardu listrik itu tak berfungsi. Tak berenergi, semakin berkurang. Sementara banyak yang membutuhkan sumber listrik.

Terlalu lama tak membina muncul kebosanan dalam ritme tarbiyah ini.  Tak ada tantangan. Pulang malam-malam dengan jadwal sekian halaqah kini menjadi sesuatu yang membuncah dalam asa. Ingin rasanya mengulang kembali, seperti waktu dulu.

Ah...semoga keadaan ini tak berlangsung lama. Agar rasa bosan berubah jadi gembira. Gembira membersamai menuju kesholihan. Kesholihan yang berbuah pahala. Agar kelak berhimpun didalam surga.
========

Mendung dilangit Cipayung Jaya, 06112018

Komentar