( Sebuah renung di usia 15 tahun tertarbiyah, dari berbagai sumber )
Oleh: Abi Fghi
Prolog
Liku adalah jalan seseorang menapaki anak tangga kehidupan. Ia akan bertemu dengan bananyak orang, bekerjasama, bergaul, berjanji dan hal-hal lain yang terkait kehidupan. Ia bisa bermuara pada kebaikan atau keburukan. Karena memang Allah rabbul izzati menggariskan dua hal kepada manusia. “ Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang mensucikan (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya “ QS. 91 : 8-10
Perilaku adalah bauh dari ilmu yaitu amal. Bentuknya adalah suluk, akhlak, adab, kesopanan, tata kama. Nabi menjadikan perilaku ini bagian risalahnya. Salafus sholih meniru apa yang Nabi contohkan dalam kehidupannya. Hasan Al Banna menjadikan matinul khuluk bagian dari muahofatnya.
Kader adalah penopang berjalannya gerak langkah suatu jama’ah atau organisasi. Ia bisa sebagai kader pendukung atau inti jama’ah. Jika kader sehat jama’ah sehat, jika kader bermasalah perjalanan jama’ah terhambat. Maka kader adalah bagian yang tak terpisahkan dari jama’ah. Keduanya saling mengisi satu sama lain. Orang memerlukan wadah, wadah akan berjalan bila ada orang yang mengerakkannya. Bentuknya ia bisa sebagai prajurit, bisa qiyadah. Bisa sebagai mutarabbi atau murabbi. A’dho atau naqib/wali.
Bagaimana seharusnya yaitu nilai-nilai tarbaiyah yang terinternalisasi dalam kehidupan kader. Sekian lama kita di tarbiyah (yang jalannya sulit tapi kokoh, panjang tapi asli, pelan tapi pasti) adakah perubahan dalam diri kita ?. Adakah manfaat yang bisa kita petik dengan bergabungnya kita di tarbiyah ini ? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Mari menjawab dengan kejujuran. Perubahan dari jahil menjadi kepahaman. Dari batil menuju haq. Dari syirik menuju iman. Dari malas beramal jadi giat beramal. Dari fikrah jahili menjadi Islami. Jika ada perubahan menuju kebaikan itulah kader yang diharapkan oleh tarbiyah ini. Tarbiyah mengantarkan kita untuk memahami jalan menuju kabaikan. Al shibghoh wal inkilab.
Sebuah renung, semoga apa yang akan disampaikan menjadi bahan renungan, renung atas 15 tahun perjalanan tarbiyah, evaluasi, motivasi buat saya pribadi dan kita semua. Yang utama buat kita adalah proses, proses menuju kebaikan, proses menjadi orang baik dalam mengambil bekal dalam perjalanan menuju persinggahan hakiki. Hasilnya diserahkan kepada Allah. Pada kedua titik ini ada ikhtiar manusia. Ajruki ‘ala qodri nasabik.
Studi Kasus Liku Perilaku
Pertama, sebagai seorang murabbi ketika para mad’unya bersiap-siap memasuki jenjang pernikahan ada perilaku binaan yang berbeda-beda dalam menjalani proses menuju pernikahan. Kita diajarkan bahwa proses pernikahan itu yang pertama adalah syar’i, yang kedua adalah adabi. Tapi adakalanya binaan kita jalan sendiri tanpa kita ketahui. Ia mencari sendiri calon pasangan hidupnya. Bahkan adan yang melalui proses pacaran terebih dahulu. Dan model lain dalam mecari jodoh.
Kedua, seorang yang pernah menjadi kader level pusat atas pernyataan-pernyataannya yang tak sejalan dengan kebijakan jama’ah/partai. Setelah melalui proses-proses peringatan tak diindahkan, kemudian jama’ah memintanya untuk mundur dari jabatan publik sampai pada ujungnya diberhentikan dari semua level jenjang kepartaian.
Ketiga, seorang anggota dewan yang menggunakan sandi atau kode-kode kejama’ah untuk melakukan tindakan mengkayakan dirinya dengan jalan tak terpuji.
Tiga contoh liku perilaku ini menjadi pelajaran buat kita semua. Ada hal yang salah dalam menggapai keinginan. Wakapun kita juga ketahui banyak perilaku kader yang baik dimata kita dan masyarakat. Tapi prilaku yang buruk itu akan menjadi preseden buruk juga buat jama’ah.
Maka perlunya kita mengetahui penyimpangan-penyimpangan dakwah di era kepartaian. Agar menjadi waspada. Agar berhati-hati. Bahwa yang kita lakukan akan berdampak. Berdampak buat pribadi dan keluarga serta jama’ah.
Penyimpangan Dakwah di Era Partai
Tak ada artinya Islam tanpa politik. Ungkapan tegas syaikh Al Qaradhawi ketika menyimpulkan misi strategis aktifitas politik bagi dakwah Islam. Eksistensi dakwah dipentas politik akan membuka banyak peluang pintu kebaikan yang bisa dinikmati ummat. Hijrah dalam sejarah dakwah Rasulullah, “tulis Anis Matta” , adalah sebuah metamorfosis dari gerakan menjadi negara.
Maka kesepakatan yang diambil, bahwa partai sebagai sarana untuk berdakwah. Maka fatsum dakwak ini, al jama’ah hual hisb al hisb huwal jama’ah. Ada keterkaitan antara jama’ah dan partai begitu juga sebaliknya. Yang perlu di perhatikan adalah jangan sampai aktifitas kepartaian melupakan aspek kejama’ahan. Ketika aspek kejama’ahan ditinggalkan bisa memunculkan akses kedepannya. Disinilah rentannya godaan ketika berpartai.
Pertama, inhiraful mabda’. Penyimpangan dari sisi visi. Ini bentuk penyimpangan utama. Ketika fungsi partai sebagai sarana dakwah, berubah menjadi tujuan. Penyimpangan ini pada gilirannya menjadi hulu ragam penyimpangan lain. Maka ketika ada seruan kembali ke asholah dakwah perlu kita sambut. Menjadikan tarbiyah sebagai rumah. Basis gerakan. Tempat mengambil tenaga untuk berlaga. Kemenangan hakiki harap ketua Majelis Syura, Ust Salim Segaf Al Jufri adalah tersebarnya nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat. Kita inging mendapatkan kemenangan dengan cara yang baik. Mendapatkan harta dengan cara yang baik. Aman dari sisi syar’i, aman dari sisi hukum. Tegas ust Hilmi Aminuddin.
Kedua. Inhiraful ghoyah. Penyimpangan dari sisi tujuan. Partai berubah menjadi alat mengejar kekuasaan, jabatan bahkan uang. Fitnah dunia bukan tidak mungkin menjadi penyakit bagi partai Islam. Tujuan partai sebagai upaya merih keridhan Allah harus tetap dipegang kuat oleh para kader yang akan menjadi wakil rakyat, baik legislative maupun eksekutif. Termasuk didalamnya adalah ketika kader menyebar di masyarakat menjadi tokoh. Tokoh kultural. Karena infiltrasi musuh Islam akan selalu ada.
Ketiga, inhiraful amal. Pengimpangan dari sisi amal. Jika partai tidak lagi diposisikan sebagai media kolektif atau amal jama’i. tapi sebagai wahana ekspresi pribadi yang tak bisa dikontrol oleh kebijakan dakwah. Supermasi dakwah dalam berpartai luntur. Tindakan pribadi lebih dominan dari pada hasil syuro. Meski begitu, tak berarti kreatifitas pribadi harus di pasung. Bagaimana kreatifitas tetap dalam koridor dakwah yang telah ditetapkan. Disana ada tsawabit, ada juga mutaghoyirat.
Lalu, bagaimana dakwah di era partai ini bisa meminimalisir penyimpangan ?. Stabilitas dakwah perlu kita perhatikan. Inilah kuncinya.
Stabilitas Dakwah
Pertama, quwwatus shillah billah. Kekuatan berhubungan dengan Allah. Ini kunci utamanya. Kunci kemenangannya. Kader dalam peran apapun, di riayah, di in’asy, di taujih, di ingatkan. Dan ini tugas kita dan elemen ketarbiyahan.
Kedua, quwwatul ilmi. Kekuatan dari sisi keilmuan. Karena ilmu adalah pijakan. Alat menimbang. Atas putusan-putusan yang akan diambil. Ia bisa ilmu syar’i maupun duniawi. Al Qur’an maupun hadits memotovasi kita untuk ilmu.
Ketiga, quwwatul tandzim. Kekuatan berorganisasi. Jika para musketeer memiliki moto one for all, all for one. Kita memunyai lebih dari itu. Pijakannya adalah aqidah. Ribathul ukhuwah. Inilah kuncinya. Kebesramaan karena iman. Hakekatnya berorganisasi adalah saling menerima kekurangan, menghargai perbedaan dan menghormati kelebihan. Menerima masukan atau saran dan kritik. Saling mengingtkan atas kebaikan, kesabaran dan kasing sayang atau cinta. Ada peran kita sebagai batu, sebagai pasir, sebagai semen, sebagai air, dan peran-peran yang lain agar bangunan kokoh berdiri. Gerak berjamah tetap melaju.
Implementasi Stabilitas Dakwah
• Kita bagian dari strategi
Al Miqdad bin Amir menjadi teladan bagi kita. Wahai Rasulullah, bawalah kami kemanapun engkau mau. Jika engkau menyuruh kami mengarungi lautan akan kami lakukan. Kami bukan seperti orang-orang Yahaudi yang mengatakan, “ berperanglah engkau sendiri bersama rabb Mu, kami duduk-duduk disini mengunggu hasilnya “.
• Semangat memberi dari pada menerima
Bagaimana mungkin akan memberi, jika tidak memiliki. Tetap berperan walau kecil. Jangan sampai tidak mengambil bagian pemikulan beban.
• Siap menjadi tentara yang kreatif
Memahami tsawabit dan mutaghoyirot jama’ah. Memiliki inisiatif program
• Berorientasi pada karya bukan posisi
Kisah pemecatan Khalid bin Walid dari panglima perang oleh Umar bin Khottob menjadi pelajaran berharga. Kholid berperang bukan karena Umar, tetapi karena Allah Swt.
• Mampu bekerja sama
Semut membawa beban yang beratnya berapa kali lipat dari tubuhnya dengan cara bekerja sama. Mengkesampingkan ego. Itulah gambarannya.
• Ikatan kita adalah akidah
Tidak ada ikatan yang lebih kuat kecuali ikatan iman. Inilah kunci keberhasilan sahabat yang dibina oleh Rosulullah. Kisah hilangnya tempat minum prajurit yang hilang di sungai tatkala mau melawan Romawi menjadi ibroh buat kita.
• Jadikan organisasi sebagai sarana
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir.
• Berorientasi sistem
Menjadikan sistem atau manhaj sebagai patokan dalam berkarya atau beramal.
• Berorientasi penumbuhan bukan pemanfaatan
Sebagaimana makna tarbiyah itu sendiri, rabba yarbu. Tumbuh berkembang. Bersama dakwah ini kita berkembang, berkembang menjadi pribadi yang sholih. Sholih diri, sholih sosial. Ada sisi manfaatnya akan keberadaan kita.
• Mampu mengelola perbedaan
Tidak ada gading yang tidak retak. Ungkapan peribahasa ini menjadi pengingat buat kita. Bahwa bersama memungkinkan muncul perbedaan. Dan itu akan selalu ada. Kata kuncinya adalah salamatush shadr, lapang dada.
Harapannya
• Kontribusi didalam berdakwah
fikri, fani, mali, nafsi
• Keberanian didalam berdakwah
beriman kepada yang ghoib, menaklukan ketakutan, warisan pergerakan, sabar atas ketaatan
• Berisap didalam amal
Siap mendapatkan tugas, sabar di pos dakwah, menyongsong amal, tidak mundur, menjauhi maksiat
• Tanggung jawab didalam berdakwah
Mendidik masyarakat, meningkatkan kualitas diri, soilid berorganisasi
• Teguh di dalam berdakwah
Bukti atas selamatnya manhaj, cermin kepribadian seseorang, upaya untuk menuju kesuksesan dan kejayaan, jalan mencapai tujuan.
Epilog
Karena kita adalah bagian dari roshidul harokah, aset gerakan dakwah. Yang memiliki nurani yang menyala, hati yang bertaqwa, perasaan yang menggelora dan kuat kemauannya. Memilki mauqif tarbawi yang jelas dan mafahim tarbiyah yang utuh. Ujungnya adalah tamkinud dakwah, kemenangan dakwah. Barokallahu lakum jami’a, semoga. Amiin.
Disusun ditegah laut, tugas dai offshore south is sumatera, izi.
Oleh: Abi Fghi
Prolog
Liku adalah jalan seseorang menapaki anak tangga kehidupan. Ia akan bertemu dengan bananyak orang, bekerjasama, bergaul, berjanji dan hal-hal lain yang terkait kehidupan. Ia bisa bermuara pada kebaikan atau keburukan. Karena memang Allah rabbul izzati menggariskan dua hal kepada manusia. “ Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang mensucikan (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya “ QS. 91 : 8-10
Perilaku adalah bauh dari ilmu yaitu amal. Bentuknya adalah suluk, akhlak, adab, kesopanan, tata kama. Nabi menjadikan perilaku ini bagian risalahnya. Salafus sholih meniru apa yang Nabi contohkan dalam kehidupannya. Hasan Al Banna menjadikan matinul khuluk bagian dari muahofatnya.
Kader adalah penopang berjalannya gerak langkah suatu jama’ah atau organisasi. Ia bisa sebagai kader pendukung atau inti jama’ah. Jika kader sehat jama’ah sehat, jika kader bermasalah perjalanan jama’ah terhambat. Maka kader adalah bagian yang tak terpisahkan dari jama’ah. Keduanya saling mengisi satu sama lain. Orang memerlukan wadah, wadah akan berjalan bila ada orang yang mengerakkannya. Bentuknya ia bisa sebagai prajurit, bisa qiyadah. Bisa sebagai mutarabbi atau murabbi. A’dho atau naqib/wali.
Bagaimana seharusnya yaitu nilai-nilai tarbaiyah yang terinternalisasi dalam kehidupan kader. Sekian lama kita di tarbiyah (yang jalannya sulit tapi kokoh, panjang tapi asli, pelan tapi pasti) adakah perubahan dalam diri kita ?. Adakah manfaat yang bisa kita petik dengan bergabungnya kita di tarbiyah ini ? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Mari menjawab dengan kejujuran. Perubahan dari jahil menjadi kepahaman. Dari batil menuju haq. Dari syirik menuju iman. Dari malas beramal jadi giat beramal. Dari fikrah jahili menjadi Islami. Jika ada perubahan menuju kebaikan itulah kader yang diharapkan oleh tarbiyah ini. Tarbiyah mengantarkan kita untuk memahami jalan menuju kabaikan. Al shibghoh wal inkilab.
Sebuah renung, semoga apa yang akan disampaikan menjadi bahan renungan, renung atas 15 tahun perjalanan tarbiyah, evaluasi, motivasi buat saya pribadi dan kita semua. Yang utama buat kita adalah proses, proses menuju kebaikan, proses menjadi orang baik dalam mengambil bekal dalam perjalanan menuju persinggahan hakiki. Hasilnya diserahkan kepada Allah. Pada kedua titik ini ada ikhtiar manusia. Ajruki ‘ala qodri nasabik.
Studi Kasus Liku Perilaku
Pertama, sebagai seorang murabbi ketika para mad’unya bersiap-siap memasuki jenjang pernikahan ada perilaku binaan yang berbeda-beda dalam menjalani proses menuju pernikahan. Kita diajarkan bahwa proses pernikahan itu yang pertama adalah syar’i, yang kedua adalah adabi. Tapi adakalanya binaan kita jalan sendiri tanpa kita ketahui. Ia mencari sendiri calon pasangan hidupnya. Bahkan adan yang melalui proses pacaran terebih dahulu. Dan model lain dalam mecari jodoh.
Kedua, seorang yang pernah menjadi kader level pusat atas pernyataan-pernyataannya yang tak sejalan dengan kebijakan jama’ah/partai. Setelah melalui proses-proses peringatan tak diindahkan, kemudian jama’ah memintanya untuk mundur dari jabatan publik sampai pada ujungnya diberhentikan dari semua level jenjang kepartaian.
Ketiga, seorang anggota dewan yang menggunakan sandi atau kode-kode kejama’ah untuk melakukan tindakan mengkayakan dirinya dengan jalan tak terpuji.
Tiga contoh liku perilaku ini menjadi pelajaran buat kita semua. Ada hal yang salah dalam menggapai keinginan. Wakapun kita juga ketahui banyak perilaku kader yang baik dimata kita dan masyarakat. Tapi prilaku yang buruk itu akan menjadi preseden buruk juga buat jama’ah.
Maka perlunya kita mengetahui penyimpangan-penyimpangan dakwah di era kepartaian. Agar menjadi waspada. Agar berhati-hati. Bahwa yang kita lakukan akan berdampak. Berdampak buat pribadi dan keluarga serta jama’ah.
Penyimpangan Dakwah di Era Partai
Tak ada artinya Islam tanpa politik. Ungkapan tegas syaikh Al Qaradhawi ketika menyimpulkan misi strategis aktifitas politik bagi dakwah Islam. Eksistensi dakwah dipentas politik akan membuka banyak peluang pintu kebaikan yang bisa dinikmati ummat. Hijrah dalam sejarah dakwah Rasulullah, “tulis Anis Matta” , adalah sebuah metamorfosis dari gerakan menjadi negara.
Maka kesepakatan yang diambil, bahwa partai sebagai sarana untuk berdakwah. Maka fatsum dakwak ini, al jama’ah hual hisb al hisb huwal jama’ah. Ada keterkaitan antara jama’ah dan partai begitu juga sebaliknya. Yang perlu di perhatikan adalah jangan sampai aktifitas kepartaian melupakan aspek kejama’ahan. Ketika aspek kejama’ahan ditinggalkan bisa memunculkan akses kedepannya. Disinilah rentannya godaan ketika berpartai.
Pertama, inhiraful mabda’. Penyimpangan dari sisi visi. Ini bentuk penyimpangan utama. Ketika fungsi partai sebagai sarana dakwah, berubah menjadi tujuan. Penyimpangan ini pada gilirannya menjadi hulu ragam penyimpangan lain. Maka ketika ada seruan kembali ke asholah dakwah perlu kita sambut. Menjadikan tarbiyah sebagai rumah. Basis gerakan. Tempat mengambil tenaga untuk berlaga. Kemenangan hakiki harap ketua Majelis Syura, Ust Salim Segaf Al Jufri adalah tersebarnya nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat. Kita inging mendapatkan kemenangan dengan cara yang baik. Mendapatkan harta dengan cara yang baik. Aman dari sisi syar’i, aman dari sisi hukum. Tegas ust Hilmi Aminuddin.
Kedua. Inhiraful ghoyah. Penyimpangan dari sisi tujuan. Partai berubah menjadi alat mengejar kekuasaan, jabatan bahkan uang. Fitnah dunia bukan tidak mungkin menjadi penyakit bagi partai Islam. Tujuan partai sebagai upaya merih keridhan Allah harus tetap dipegang kuat oleh para kader yang akan menjadi wakil rakyat, baik legislative maupun eksekutif. Termasuk didalamnya adalah ketika kader menyebar di masyarakat menjadi tokoh. Tokoh kultural. Karena infiltrasi musuh Islam akan selalu ada.
Ketiga, inhiraful amal. Pengimpangan dari sisi amal. Jika partai tidak lagi diposisikan sebagai media kolektif atau amal jama’i. tapi sebagai wahana ekspresi pribadi yang tak bisa dikontrol oleh kebijakan dakwah. Supermasi dakwah dalam berpartai luntur. Tindakan pribadi lebih dominan dari pada hasil syuro. Meski begitu, tak berarti kreatifitas pribadi harus di pasung. Bagaimana kreatifitas tetap dalam koridor dakwah yang telah ditetapkan. Disana ada tsawabit, ada juga mutaghoyirat.
Lalu, bagaimana dakwah di era partai ini bisa meminimalisir penyimpangan ?. Stabilitas dakwah perlu kita perhatikan. Inilah kuncinya.
Stabilitas Dakwah
Pertama, quwwatus shillah billah. Kekuatan berhubungan dengan Allah. Ini kunci utamanya. Kunci kemenangannya. Kader dalam peran apapun, di riayah, di in’asy, di taujih, di ingatkan. Dan ini tugas kita dan elemen ketarbiyahan.
Kedua, quwwatul ilmi. Kekuatan dari sisi keilmuan. Karena ilmu adalah pijakan. Alat menimbang. Atas putusan-putusan yang akan diambil. Ia bisa ilmu syar’i maupun duniawi. Al Qur’an maupun hadits memotovasi kita untuk ilmu.
Ketiga, quwwatul tandzim. Kekuatan berorganisasi. Jika para musketeer memiliki moto one for all, all for one. Kita memunyai lebih dari itu. Pijakannya adalah aqidah. Ribathul ukhuwah. Inilah kuncinya. Kebesramaan karena iman. Hakekatnya berorganisasi adalah saling menerima kekurangan, menghargai perbedaan dan menghormati kelebihan. Menerima masukan atau saran dan kritik. Saling mengingtkan atas kebaikan, kesabaran dan kasing sayang atau cinta. Ada peran kita sebagai batu, sebagai pasir, sebagai semen, sebagai air, dan peran-peran yang lain agar bangunan kokoh berdiri. Gerak berjamah tetap melaju.
Implementasi Stabilitas Dakwah
• Kita bagian dari strategi
Al Miqdad bin Amir menjadi teladan bagi kita. Wahai Rasulullah, bawalah kami kemanapun engkau mau. Jika engkau menyuruh kami mengarungi lautan akan kami lakukan. Kami bukan seperti orang-orang Yahaudi yang mengatakan, “ berperanglah engkau sendiri bersama rabb Mu, kami duduk-duduk disini mengunggu hasilnya “.
• Semangat memberi dari pada menerima
Bagaimana mungkin akan memberi, jika tidak memiliki. Tetap berperan walau kecil. Jangan sampai tidak mengambil bagian pemikulan beban.
• Siap menjadi tentara yang kreatif
Memahami tsawabit dan mutaghoyirot jama’ah. Memiliki inisiatif program
• Berorientasi pada karya bukan posisi
Kisah pemecatan Khalid bin Walid dari panglima perang oleh Umar bin Khottob menjadi pelajaran berharga. Kholid berperang bukan karena Umar, tetapi karena Allah Swt.
• Mampu bekerja sama
Semut membawa beban yang beratnya berapa kali lipat dari tubuhnya dengan cara bekerja sama. Mengkesampingkan ego. Itulah gambarannya.
• Ikatan kita adalah akidah
Tidak ada ikatan yang lebih kuat kecuali ikatan iman. Inilah kunci keberhasilan sahabat yang dibina oleh Rosulullah. Kisah hilangnya tempat minum prajurit yang hilang di sungai tatkala mau melawan Romawi menjadi ibroh buat kita.
• Jadikan organisasi sebagai sarana
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir.
• Berorientasi sistem
Menjadikan sistem atau manhaj sebagai patokan dalam berkarya atau beramal.
• Berorientasi penumbuhan bukan pemanfaatan
Sebagaimana makna tarbiyah itu sendiri, rabba yarbu. Tumbuh berkembang. Bersama dakwah ini kita berkembang, berkembang menjadi pribadi yang sholih. Sholih diri, sholih sosial. Ada sisi manfaatnya akan keberadaan kita.
• Mampu mengelola perbedaan
Tidak ada gading yang tidak retak. Ungkapan peribahasa ini menjadi pengingat buat kita. Bahwa bersama memungkinkan muncul perbedaan. Dan itu akan selalu ada. Kata kuncinya adalah salamatush shadr, lapang dada.
Harapannya
• Kontribusi didalam berdakwah
fikri, fani, mali, nafsi
• Keberanian didalam berdakwah
beriman kepada yang ghoib, menaklukan ketakutan, warisan pergerakan, sabar atas ketaatan
• Berisap didalam amal
Siap mendapatkan tugas, sabar di pos dakwah, menyongsong amal, tidak mundur, menjauhi maksiat
• Tanggung jawab didalam berdakwah
Mendidik masyarakat, meningkatkan kualitas diri, soilid berorganisasi
• Teguh di dalam berdakwah
Bukti atas selamatnya manhaj, cermin kepribadian seseorang, upaya untuk menuju kesuksesan dan kejayaan, jalan mencapai tujuan.
Epilog
Karena kita adalah bagian dari roshidul harokah, aset gerakan dakwah. Yang memiliki nurani yang menyala, hati yang bertaqwa, perasaan yang menggelora dan kuat kemauannya. Memilki mauqif tarbawi yang jelas dan mafahim tarbiyah yang utuh. Ujungnya adalah tamkinud dakwah, kemenangan dakwah. Barokallahu lakum jami’a, semoga. Amiin.
Disusun ditegah laut, tugas dai offshore south is sumatera, izi.
Komentar
Posting Komentar