Oleh : Abi Fghi
Kemah bakti nusantara (kembara) saba desa itu, sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum bagi kita menghadapi jihad syiasi di pilkada Jawa Barat tahun 2108 dan Pileg Pilpres tahun 2019. Bagi kita kader dakwah, terbiasa sudah silih berganti dari satu event ke event berikutnya. Untuk momentum ini, diksinya dekat. Serunya lekat. Langkahnya berderap, berderet. Temunya, hasilkan irama kerja. Tenaganya lipat berganda. Sabarnya lapang direntang. Waktunya panjang dibentang. Kesiapan ini semua (jihad syiasi), memerlukan momentumnya sendiri.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk mempersiapkan dan merapikan barisan yang kokoh. “ Sesunggunhya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh “. Hampir disetiap mukhoyam yang kita bersamai ada materi baris berbaris. Baris berbaris adalah pelajaran. Pelajaran untuk bergerak dalam satu komando. Satu perintah. Hasan Al Banna mendefinisikan at tho’at adalah menerima perintah tanpa reserve. Tanpa bertanya. Inilah ujian sesunggunnya. Atas ketsiqohan kita pada qiyadah. Kenapa bergerak ? Karena gerak adalah tanda kehidupan. Karena gerak adalah suksesi amal. Lihatlah air yang menggenang tanpa gerak. Ia akan jadi sarang bagi nyamuk. Nyamuk adalah tanda hadirnya penyakit.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk belajar memegang rahasia organisasi. Bukan hanya belajar, tapi bisa menjadi maukif atau sikap seorang jundi. Kita belajar membedakan mana rahasia dan berita. Mana konsumsi kader dan konsumsi publik. Mana bahasa dakwah dan mana bahasa jama’ah. Dalam acara mukhoyam, panitia tidak memberikan jadwal terperinci kepada peserta. Pimpinan regu baru dipanggil oleh panitia, ketika satu kegiatan dalam mukhoyam akan dilaksanakan. Inilah pelajaran kerahasiaan.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk berdisiplin. Kita bisa jadi mendapat iqob atau sanksi dari panitia, jika kedatangan kita terlambat. Sanksi itu diberikan kepada pribadi, bahkan satu kelompok. Disiplin adalah pengejawantahan surat Al ‘Ashr dalam kehidupan. Agar tak disebut sebagai insan yang merugi. Karena tak berhasil memanfaatkan waktu yang diberikan oleh sang pemberi kehidupan, Allah Swt. Nikmat yang paling banyak dilupakan, nasihat Nabi Saw, adalah nikmat kesempatan dan waktu luang.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Sebagai jundi dakwah, sebagai pandu reguler atau ireguler, dalam mukhoyam belajar untuk bersiap siaga di setiap waktu. Hirosah atau berjaga dalam mukhoyam mengajarkan itu. Jika di dalam peperangan ada ribath. Ungkapan Khalid Bin Walid yang mensejarah bisa diambil ibroh. Aku terjaga dalam beribath lebih aku sukai, dari pada bermalam pengantin dengan seorang gadis.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Pengingat bahwa kita adalah para pembawa beban. Beban di pundak tatkala mukhoyam yang berisi kebutuhan pribadi atau kelompok itu lebih ringan. Dibandingkan dengan beban dakwah yang kita pikul. Dibutuhkan kekuatan besar untuk menanggungnya. Kekuatan itu adalah kebersamaan dengan Allah Swt, merasa selalu di awasi oleh Nya. Hamir-hampir tak ditemukan dari seratus unta itu, unta pembawa beban. Kenapa kita mau membawa beban ? Inilah cara agar kita selamat.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum buat para ummahat agar merelakan waktu suami bersendau gurau, bercengkrama, bertatap menetap dalam kerling cinta. Insya Allah ada pahala kan didapat. Semangati para suami atas panggilan dakwah. Karena kebersamaan dalam rumah tangga kita bermula dari sini.
Diantara ruam-ruam pegal, antara lelah-lelah tenaga, kantuk-kantuk mata. Mukhoyam !!!, dari zaman dahulu sampai sekarang. Di gunung atau di kota. Dengan cara tegang atau ceria. Itu semua adalah wasail atau sarana tarbiyah. Ia akan menjadi kerinduan. Akan jadi kenangan, bahkan kekangenan. Mari semangati. Karena ia pasti kembali.
==========
Kemah bakti nusantara (kembara) saba desa itu, sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum bagi kita menghadapi jihad syiasi di pilkada Jawa Barat tahun 2108 dan Pileg Pilpres tahun 2019. Bagi kita kader dakwah, terbiasa sudah silih berganti dari satu event ke event berikutnya. Untuk momentum ini, diksinya dekat. Serunya lekat. Langkahnya berderap, berderet. Temunya, hasilkan irama kerja. Tenaganya lipat berganda. Sabarnya lapang direntang. Waktunya panjang dibentang. Kesiapan ini semua (jihad syiasi), memerlukan momentumnya sendiri.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk mempersiapkan dan merapikan barisan yang kokoh. “ Sesunggunhya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh “. Hampir disetiap mukhoyam yang kita bersamai ada materi baris berbaris. Baris berbaris adalah pelajaran. Pelajaran untuk bergerak dalam satu komando. Satu perintah. Hasan Al Banna mendefinisikan at tho’at adalah menerima perintah tanpa reserve. Tanpa bertanya. Inilah ujian sesunggunnya. Atas ketsiqohan kita pada qiyadah. Kenapa bergerak ? Karena gerak adalah tanda kehidupan. Karena gerak adalah suksesi amal. Lihatlah air yang menggenang tanpa gerak. Ia akan jadi sarang bagi nyamuk. Nyamuk adalah tanda hadirnya penyakit.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk belajar memegang rahasia organisasi. Bukan hanya belajar, tapi bisa menjadi maukif atau sikap seorang jundi. Kita belajar membedakan mana rahasia dan berita. Mana konsumsi kader dan konsumsi publik. Mana bahasa dakwah dan mana bahasa jama’ah. Dalam acara mukhoyam, panitia tidak memberikan jadwal terperinci kepada peserta. Pimpinan regu baru dipanggil oleh panitia, ketika satu kegiatan dalam mukhoyam akan dilaksanakan. Inilah pelajaran kerahasiaan.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum untuk berdisiplin. Kita bisa jadi mendapat iqob atau sanksi dari panitia, jika kedatangan kita terlambat. Sanksi itu diberikan kepada pribadi, bahkan satu kelompok. Disiplin adalah pengejawantahan surat Al ‘Ashr dalam kehidupan. Agar tak disebut sebagai insan yang merugi. Karena tak berhasil memanfaatkan waktu yang diberikan oleh sang pemberi kehidupan, Allah Swt. Nikmat yang paling banyak dilupakan, nasihat Nabi Saw, adalah nikmat kesempatan dan waktu luang.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Sebagai jundi dakwah, sebagai pandu reguler atau ireguler, dalam mukhoyam belajar untuk bersiap siaga di setiap waktu. Hirosah atau berjaga dalam mukhoyam mengajarkan itu. Jika di dalam peperangan ada ribath. Ungkapan Khalid Bin Walid yang mensejarah bisa diambil ibroh. Aku terjaga dalam beribath lebih aku sukai, dari pada bermalam pengantin dengan seorang gadis.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Pengingat bahwa kita adalah para pembawa beban. Beban di pundak tatkala mukhoyam yang berisi kebutuhan pribadi atau kelompok itu lebih ringan. Dibandingkan dengan beban dakwah yang kita pikul. Dibutuhkan kekuatan besar untuk menanggungnya. Kekuatan itu adalah kebersamaan dengan Allah Swt, merasa selalu di awasi oleh Nya. Hamir-hampir tak ditemukan dari seratus unta itu, unta pembawa beban. Kenapa kita mau membawa beban ? Inilah cara agar kita selamat.
Kembara saba desa itu….., sesungguhnya adalah sebuah momentum. Momentum buat para ummahat agar merelakan waktu suami bersendau gurau, bercengkrama, bertatap menetap dalam kerling cinta. Insya Allah ada pahala kan didapat. Semangati para suami atas panggilan dakwah. Karena kebersamaan dalam rumah tangga kita bermula dari sini.
Diantara ruam-ruam pegal, antara lelah-lelah tenaga, kantuk-kantuk mata. Mukhoyam !!!, dari zaman dahulu sampai sekarang. Di gunung atau di kota. Dengan cara tegang atau ceria. Itu semua adalah wasail atau sarana tarbiyah. Ia akan menjadi kerinduan. Akan jadi kenangan, bahkan kekangenan. Mari semangati. Karena ia pasti kembali.
==========
Komentar
Posting Komentar